Cari Blog Ini

Rabu, 06 Oktober 2010

Kesehatan Jiwa Telah Bergeser
Kriteria Kesehatan Jiwa Telah Bergeser


Published in : The Articles, Psychological and Physical Disorders

Sampai dengan tahun 1970-an, apa yang disebut gangguan jiwa atau sakit jiwa masih sangat jelas, bahkan orang awampun dapat dengan mudah mengidentifikasi penyandang gangguan jiwa dan menyebutnya sebagai "gila" atau "syaraf" (istilah ini keliru, karena awam menyangka gangguan jiwa ada hubungannya dengan peyakit pada syaraf/neuron). Buat para psikiater dan psikolog klinis, kriterianyapun relatif mudah karena ada acuan yang jelas, yaitu DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang versinya direvisi dari waktu ke waktu. Dengan mengacu kepada DSM itulah psikiater atau psikolog klinis mendiagnosa pasiennya berdasarkan berbagai simptom (gejala) yang nampak. Penderita halusinasi (seakan-akan mendengar suara atau melihat sesuatu) akan didagnose sebagai schizophrenia, sedangkan gejala phobia (ketakutan yang tidak jelas terhadap sesuatu) atau obsesi-kompulsi (melakukan sesuatu secara berulang-ulang dan terus menerus) dikategorisasasikan sebagai psikoneurosis dan seterusnya. Dengan demikian terapi terhadap penderita gangguan jiwa juga lebih terarah: terapi medik, psikoterapi, konseling atau kombinasi antara ketiganya.

Tetapi, sejak tahun 1970-an kehandalan DSM mulai dipertanyakan. Salah satu indikasinya adalah ketika pada tahun 1973, American Psychological Association, melalui suatu pemugutan suara, menganulir homoseksualitas dari daftar DSM. Ketika keputusan APA ini juga disetujui oleh WHO, maka seketika itu juga jutaan penyandang homoseks sedunia dinyatakan sembuh.


Salah Diagnosa

Keraguan lain terhadap DSM adalah bahwa berbeda dari diagnosa medis untuk penyakit lain yang sekaligus bisa mengdentifikasi penyebabnya (misalnya: malaria, leukimia atau HIV/AIDS), diagnosa menurut DSM hanya bisa mengidentifikasi penyakit berdasarkan gejalanya saja. Padahal jika hanya dari gejala, besar kemungkinan akan terjdi salah diagnosa.

Pada tahun 1962, misalnya Leonard Frank, karena tiba-tiba berjanggut, menjadi vegetarian, dan beragama 'aneh', didiagnosis skizofrenia paranoid, masuk RSJ, diterapi insulin coma dan electroconvulsive, dengan dampak amnesia (akhirnya dia menjadi aktivis LSM yang menentang salah perlakuan terhadap penderita gangguan jiwa). Sebaliknya pada tahun 1964 Edmund Kemper yang pada usia 15 th membunuh kakek-neneknya, didagnosis criminally insane, dirawat dan dinyatakan sembuh 1969. Tahun 1972 dokter memberi surat keterangan tidak berbahaya lagi, sementara ia sudah membunuh 2 gadis, kemudian 2 gadis lagi dan pada 1973 2 gadis lagi dan akhirnya ibunya sendiri.

Kesalahan diagnosis lain terjadi pada anggota Kongres AS, Barry Goldwater yang di diagnosis skizofrenia paranoid, presiden AS, pemenang Nobel, Woodrow Wilson yang didagnosis sangat mirip psikosis dan semua politisi Uni Sovyet yang didiagnosis berkepribadian psikopat, cenderung paranoid atau skizofrenia (dengan alasan antara lain: reformis, bizarre)

Di samping itu, DSM dianggap sangat sedikit memperhitungkan faktor budaya. Karena itulah suatu gejala yang dianggap termasuk gangguan jiwa menurut DSM (misalnya halusinasi), sangat boleh jadi normal saja di kalangan masyarakat tertentu (misalnya di dunia Timur yang masih pecaya mistik). Sebaliknya gangguan jiwa di dunia Timur (misalnya: ngidam), tidak tercakup dalam DSM.

Dalam hubungannya dengan norma, kalau pun ada yang dijadikan tolok ukur, APA hanya menggunakan norma Barat. Kalau ada yang melanggar norma itu (termasuk hukum pidana, seperti membunuh), kalaupun tidak bisa dikategorikan sebagai penyandang ganguan jiwa, maka tergolong kriminalah dia, atau sebaliknya untuk tidak dinyatakan kriminal (dan karenanya bisa dibebaskan dari hukuman) seorag pelanggar norma harus dinyatakan sakit jiwa.


Orang normal pun terganggu jiwanya

Sementara itu, makin lama makin terbukti bahwa orang-orang yang mengeluh atau dilaporkan mengalami ketidak sehatan mental, justru adalah orang-orang normal (mentaati dan melaksanakan norm-norma masyarakat dengan baik). Orang-orang yang menderita stress dan depresi yang pada gilirannya bisa terkena penyakit-penyakit psikosomatis (sakit lambung, migrane dsb.) dan degeneratif (tekanan darah tinggi, penyakit gula dsb.) adalah para pengusaha sukses, para pejabat yang karirnya bagus dan pelajar-pelajar yang mendapat ranking tinggi. Korban-korban bunuhdiri pun bukan penderita schizophrenia atau psikoneurosis, melainkan pengusaha konglomerat dan murid sekolah (yang nilainya kalah bagus dari saudara kembarnya, atau yang mamanya tidak mampu memberi Rp 2.500 untuk kegiatan eks-kul). Pelajar di Medan yang membunuh seluruh keluarganya sendiri pun adalah remaja yang perilakunya sehari-hari cukup baik.

Demikian pula, para terhukum dalam kasus pemboman, semuanya mempunyai catatatan riwayat hidup sebagai muslim yang baik, taat beribadah dan pandai bergaul (baik dengan tetangga, banyak santrinya dsb.). Bagaimana mungkin orang-orang yang sangat normal itu justru melakukan hal-hal yang sangat destruktif?

Sebaliknya, fakta menunjukkan bahwa mereka yang berani memakai kondom, atau bahkan mengaborsi kandungannya (melanggar norma), jutru bisa hidup lebih normal (melanjutkan sekolah, berkarir, menikah dan mempunyai anak-anak), ketimbang yang memilih pernikahan dini (mengikuti norma) yang biasanya berakhir dengan perceraian, kekerasan domestik (terhadap isteri dan anak-anak) dsb.

Kasus-kasus di luar negeri pun menunjukkan makin banyaknya orang normal (taat pada norma) yang menderita gangguan mental. Di Jepang, angka bunuh diri yang tertinggi adalah di kalangan pelajar yang ibunya sangat berambisi agar anaknya selalu jadi bintang pelajar. Di AS, seorang anak yang sehari-hari tampak pendiam, bisa tiba-tiba membunuh teman-teman sekolahnya sendiri dan gurunya dengan senapan serbu. Presiden Bush adalah orang Amerika nomor satu dan karenanya boleh disebut sebagai orang yang paling normal di AS, tetapi iapun menyerang Irak hanya berdasarkan halusinasinya saja tentang senjata-senjata biologis yang disimpan oleh Saddam Husein.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar