Cari Blog Ini

Kamis, 07 Oktober 2010

TAI CHI FOR HEALTHY

Tai Chi Bantu Penderita Diabetes

Oleh Admin pada January 20, 2009 topik Olahraga & Senam
Tags: olahraga, senam, taichi

Tai Chi for DiabetesMenjalani senam Tai Chi ternyata bukan saja mendatangkan manfaat yang luar biasa bagi orang sehat. Senam tradisional ini juga memberi manfaat signifikan bagi para penderita diebetes tipe dua khususnya dalam mengontrol kondisi kesehatan mereka.

Setidaknya ada dua hasil penelitian terpisah yang menunjukkan bukti nyata bahwa program latihan Tai Chi selama 12 pekan cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan dan menurunkan kadar gula darah para pasien diabetes. Senam bela diri tradisional Negeri Tirai Bambu ini memang memiliki gerakan unik yang mengombinasikan penafasan serta gerakan lembut untuk meningkatkan relaksasi.

Dua riset yang dilakukan oleh para ahli di Taiwan dan Australia ini dipublikasikan dalam British Journal of Sports Medicine.

Riset yang pertama yang dilakukan di Taiwan membandingkan 30 pasien pengidap diabetes dengan 30 orang sehat. Selama 12 pekan, seluruh partisipan mempelajari 37 gerakan Tai Chi di bawah arahan seorang guru. Partisipan juga dimodali kaset video sehingga bisa mengulang pelajaran di rumah. Partisipan secara rutin mengikuti pelajaran senam Tai Chi ini selama tiga jam seminggu.

Pada akhir program, hasil tes pada kelompok pengidap diabetes tipe 2 menujukkan adanya penurunan drastis kadar gula darah dan meningkatnya sel-sel serta senyawa yang menjadi kunci respon kekebalan tubuh.

Aktivitas fisik yang menuntut banyak tenaga memang dikenal dapat menurunkan kekebalan tubuh, tetapi studi terbaru mengindikasikan bahwa latihan atau aktivitas yang sedang atau moderat justru memberi dampak yang menguntungkan.

Riset sebelumnya pun mengindikasikan bahwa Tai Chi dapat memperbaiki fungsi pernafasan dan kardiovaskuler, selain pula memperbaiki fleksibilitas dan menghilangkan stres.

Menurut peneliti, jika Tai Chi mampu membuktikan bagaimana tubuh mengendalikan gula darah, hal itu akan memberi manfaat pada sistem kekebalan tubuh, yang kemudian akan memicu aktivitas yang berlebihan dengan hadirnya kadar gula yang tinggi dalam darah.

Sebagai pengobatan alternatif, latihan sebaiknya hanya cukup dilakukan sekedar merangsang sistem kekebalan dengan cara meningkatkan tingkat kebugaran yang kemudian melahirkan sebuah perasaan sehat.

Sementara itu pada riset kedua yang digagas peneliti dari University of Queensland, yang hanya melibatkan 11 partisipan, pun menunjukkan hasil yang tak jauh berbeda.

Pada riset ini, semua partisipan yang mengalami kenaikan kadar gula darah – diwajibkan menjalani senam Tai Chi dan sejenis bela diri lainya yakni Qigong selama 60-90 menit tiga kali seminggu.

Selain mengalami penurunan kadar gula darah, para partisipan juga mengalami penurunan berat badan dan mencatat penurunan tekanan darah yang signifikan. Resistansi insulin para pasien juga dilaporkan mengalami perbaikan.

Para partisipan juga mengaku bisa tidur lebih baik, memiliki energi yang besar, jarang mengalami kesakitan serta jarang merasakan rasa lapar yang sangat ketika menjalani program.

AC | Sumber : BBC | Disadur dari: Kompas.com
Artikel Terkait:

* Kurang Tidur Berisiko Diabetes
* Olahraga yang Sesuai untuk Diabetes
* Remehkan Kesehatan Gigi Picu Diabetes
* Resep Langsing Selebriti Dunia
* Kontrol Gula Darah lewat Ponsel
* Powered by Contextual Related Posts

Mau ?

DuniaPustaka.com Tempat Download Buku Gratis dan Manga Fox.

Gadar (Gawat Darurat)

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (KEGAWAT DARURATAN & KEKRITISAN) : FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (KEGAWAT DARURATAN & KEKRITISAN) : FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN
A. DEFINISI KGD :
Pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana.

B. MATA AJAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
AREA : Pra Rumah sakit dan Rumah sakit
KEMAMPUAN : Pengetahuan, Sikap & ketrampilan u/ memberikan ASKEP
kegawatan & Kekritisan khususnya hal-hal yg terkait LIVE SAVING.

C. LINGKUP BAHASAN :
a.Konsep dasar KGD
b.Sisitem pelayanan KGD pra RS, Uit Gawat Darurat & prw Intensif.
c.Perawatan klien semua tk usia dng kegawatan sist : pernafasan, kardiovaskuler persyarafan, pencernaan & endokrin, perkemihan, muskuloskeletal, reproduksi, jiwa & psikiatri

D. EMERGENCYNURSING ( KEPERAWATAN KRISIS )
a. DEFINISI EN : Sebuah area khusus / spesial dr keperawatan profesional yg melibatkan integrasi dari Praktek, Penelitian, Pendidikan profesional.
b. Praktek keperawatan emergency oleh seorang perawat professional
c. FOCUS : Memberikan pelayanan secara episodik kpd pasien-pasien yg mencari terapi baik yg mengancam kehidupan , non krotical illness atau cedera.
d. INTI : Ditujukan pd esensi dr praktek emergency, lingkungan dimana hal tsb terjadi dan konsumen-konsumen keperawatan emergency.
e. EMERGENCY NURSES : RN profesional yg memiliki komitmen u/ menyelamatkan dan melaksanakan praktek keperawatan scr efektif.

E. EMERGENCY CARE
Pengkajian, diagnosis & terapi kep. yg dpt diterima baik aktual, potensial, tjd tiba-tiba atau urgen, masalah fisik atau psikososial dalam episodik primer atau akut yg mungkin memerlukan perawatan minimal atau tindakan support hidup, pendidikan u/ pasien atau orang terpenting lainnya, rujukan yg tepat dan pengetahuan ttg implikasi legal.


F. EMERGENCY CARE ENVIRONTMENT
Setting dimana pasien memerlukan intervensi oleh pemberi pelayanan kep emergency.

G. EMERGENCY PATIENT
a. Pasien dr segala umur dng diagnosa, tidak terdiagnosa atau maldiagnosis problem dng kompleksitas yg bervariasi.
b. Pasien-pasien yg memerlukan intervensi nyata dimana dpt terjadi perubahan status fisiologis atau psikologis scr cepat yg mungkin mengancam kehidupannya.

H. DIMENSI
Multidimensi meliputi :RESPONSIBILITIES, FUNCTION, ROLES, SKLILLS ( dng pengetahuan khusus )
a. KARAKTERISTIK UNIK PRAKTEK KEP. GADAR
• Pengkajian, diagnosa, terai baik yg urgen / non urgen individual dari berbagai umur pasien walaupun dng data / informasi yg sangat terbatas
• Triage & Prioritas
• Persiapan bencana alam
• Stabilisasi & resusitasi
• Krisis intervensi u/ populasi ps yg UNIk spt korban kekerasan sexual
• Pemberian perawatan pd lingkungan yg tidak terkontrol atau yg tidak dpt diprrediksikan

b. KERANGKA KERJA PROSES KEP. EN
• TUJUAN
• Menyelamatkan hidup
• PENGKAJIAN
Pada sistem yg terganggu
U/ memperbaiki kegagalan atau mempertahankan sistem
• DIAGNOSIS
Mencari perbedaan u/ menemukan tanda-tanda & gejala
• PERENCANAAN
Berdasarkan protokol dan prosedur
• INTERVENSI
Terapi ditujukan pd penanganan gejala krisis & stabilisasi ps.
Diteruskan s/d pasien stabil u/ dpt pindah atau ditransportasikan ke unit lain atau meninggal
• EVALUASI
Dilakukan scr cepat u/ menilai keefektifan







KEGAWATAN OBSTETRIK
KEGAWATAN OBSTETRIK
I. Emergency Obstetric Care
A. Pendahuluan
Maternal mortality claims 514,000 women’s lives each year. Nearly all these lives could be saved if affordable, good-quality obstetric care were available 24 hours a day, 7 days a week.
B. Pengertian
Kasus obstetri yg apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinya . Kasus ini sbg penyebab kematian ibu, janin dan bayi baru lahir. Obstetrical emergencies are life-threatening medical conditions that occur in pregnancy or during or after labor and delivery.
C. Penyebab utama kematian :
Most of the deaths are caused by haemorrhage, obstructed labour, infection (sepsis), unsafe abortion and eclampsia (pregnancy-induced hypertension). Indirect causes likemalaria, HIV and anaemia

D. KASUS PERDARAHAN
1. Abortus
2. Kehamilan ektopik terganggu
3. Mola hidratidosa
4. Placenta previa
5. Abruptio placenta
6. Inversi atau Ruptur uteri
7. Atonia uteri
8. Ruptur perineum & robekan dinding vagina
9. AMNIOTIC FLUID EMBOLISM
10. Retensio plasenta
11. rolapse of the umbilical cord
12. Shoulder dystocia
E. INFEKSI & SEPSIS
1. Infeksi dlm kehamilan:
a. Virus varicella,
b. influenza,
c. toksoplasmosisherpes genitalia
2. Infeksi dlm persalinan:
a. korioamnionitis
3. Infeksi nifas :
a. metritis,
b. tromboplebitis
F. MANIFESTASI KLINIS
Untuk masing-masing ksus berbeda dng rentang waktu yg luas, perdarahan dpt bermanifestasi dari perdarahan berwujud bercak merembes profus s/d shockInfeksi & sepsis, bermanifestasi mulai dr pengeluaran cairan pervaginam yg berbau, air ketuban hijau, demam s.d shock. Pre eklamsi & eklamsi, mulai dr keluhan sakit kepala / pusing, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, tidak sadar s/d koma
G. Diagnosis
In a hospital or other urgent care facility. patient's medical history and perform a pelvic and general physical examination.The mother's vital signs, if preeclampsia is suspected, blood pressure may be monitored over a period of time. The fetal heartbeat is assessed with a doppler stethoscope, and diagnostic blood and urine tests: protein and/or bacterial infection.
An abdominal ultrasound: malpositioned placenta, such as placenta previa or placenta abruption.

II. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
A. DEFINISI
KET adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi , implantasi terjadidiluar endometrium kavum uteri.KET dpt mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi dan peristiwa ini disebut sbg KET
B. TANDA & GEJALA
1. Gejala kehamilan muda & abortus imminens
2. Pucat / anemia
3. Keadaan umum lemah, terjadi penurunan lesadaran
4. Shock
5. Nyeri tekan
6. Nyeri perut bagian bawah yang makin hebat apabila tubuh digerakan
C. PENANGANAN KET
1. Pemeriksaan fisik, tes kehamilan, anamnesa untuk menegakan diagnosa KET
2. Setelah terdiagnosa KET, segera lakukan persiapan operasi gawat darurat
3. Sediakan darah
4. Upayakan stabilisasi pasien dengan terapi cairan
5. Kendalikan nyeri pasca tindakan konseling pasca tindakan .

III. RUPTUR UTERI , Ruptur uteri merupakan komplikasi yg sangat fatal
A. DEFINISI
Robekan dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium yang disebabkan oleh disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik
B. TANDA & GEJALA KLINIS
1. Didahului oleh lingkaran konstriksi ( Bandl’s ring) hingga umbilikus atau diatasnya
2. Nyeri hebat pada perut bagian bawah
3. Hilangnya kontraksi & bentuk normal uterus gravidus
4. Perdarahan pervaginam dan shock
C. PENANGANAN RUPTUR UTERI
Penanganan dan pengenalan segera dan tepat pada kasus ini dapt menyelamatkan pasien dari kematian
1. Tindakan paling tepat : operasi laparatomi u/ menlahirkan anak & placenta
2. Resusitasi cairan untuk mengganti kehilangan darah
3. Pantau tanda vital & shock hipovolemik scr ketat
4. Bila konsenvasi uterus masih diperlukan & kondisi jaringan memungkinkan, dilakukan tindakan operasi uterus
5. Bila luka mengalami nekrosis luas & kondisi pasien menghawatirkan dilakukan histerektomi
6. Pemantauan ketat KU, TV, perdarahan, kesadaran, shock, lab dll , pasca operasi




IV. ABRUPTIO PLACENTA
A. DEFINISI
Suatu keadaan dimana plasenta terlepas dari dinding dalam uterus sebelum bayi lahirMerujuk pada terlepasnya plasenta yg terletak pada posisi normalnyan setelah minggu ke 20 kehamilan dan utamanya pada saat kelahiran.
B. Statistik
Prev di dunia sekitar 1% dari seluruh kehamilan di dunia.
C. Mortalitas/mordibitas:
Kematian IBU dan JANIN dapat terjadi krn PERDARAHAN dan KOAGULOPATI.
Kematian bayi stlh lahir sekitar 15%
D. Klasifikasi
Berat ringanya komplikasi abruptio placenta tergantung pada : jumlah perdarahan, derajat lepasnya placenta, ukuran bekuan darah yang terbentuk pada permukaan placenta maternal.
Ada beberapa sistem pengklasifikasian derajat abruptio placenta, salah satunya adalah dng pembagian :
1. RINGAN
<> 2/3 bagian placenta terlepas dr uterus yang menyebabkan kaku & kencangnya uterus terus-menerus yang disertai nyeri berat. Perdarahan hitam pervaginam + ( > 1000 cc ), terkadang perdarahan tidak terjadi. Distres fetus mulai terjadi dan jika fetus tidak dilahirkan kematian tidak dpt dielakan. Terlepasnya plasenta menyebabkab ibu mengalami shock, kematian fetus, nyeri hebat dan kemungkinan berkembangnya DIC ( disseminated intravaskular coagulation )
E. Causes
1. Perdarahan retroplasenta karena penusukan jarum
2. Hamil pada usia tua
3. idiopatik
4. Fibromioma retroplacenta
5. Hipertensi maternal
6. Maternal trauma
7. Ibu perokok
8. Penggunaan kokain
9. Tali pusat pendek
10. Dekompresi pd uterus yg tiba-tiba
F. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Kondisi yg berhubungan dng abruptio placenta :
2. PIH ( pregnancy induced hypertension ) atau hipertensi kronik (140 / 90 mmhg )
3. Ruptur prematur dari membran <> 35 th, anomali uterus fibroid dan penyakit vaskuler misalnya DM atau penyakit colagen. Trauma eksternal ( misal kecelakaan )
4. Resiko akibat perilaku misalnya merokok, mengkonsumsi ethanol, kokain, methemphetamin
5. Riwayat abruptio placenta
6. Dekompresi cepat dr distensi yg berlebihan misal pd gestasi ganda, polihidramnion
7. Defisiensi asam folat ( jarang terjadi )
8. Riwayat
9. Ps biasanya memperlihatkan gejala :
10. Perdarahan Vaginal (80%)
11. Nyeri Abdomen / back pain dan kekakuan uterus (70%)
12. Fetal distress (60%)
13. Kontraksi abdomen Abnormal (hipertonik, frek tinggi) (35%)
14. Idioaphic prematur labor (25%)
15. Kematian Fetus (15%)
G. TANDA & GEJALA
1. Sangat tergantung pd luas / jumlah plasenta yg
2. lepas dan tipe abruptio
3. Sangat bervariasi
4. Tanda klasik kejadian akut “ knife like “ abdominal pain dng atau tanpa perdarahan pervaginam
5. AP ringan, gejalanya dpt spt nyeri melahirkan
6. AP berat nyeri dpt terjadi tiba-tiba & spt ditusuk pisau
7. Jika tjd perdarahan abdomen mjd membesar & uterus kaku. Abdomen spt “ board-like”
8. A couvelaire uterus s/d shock pd ibu
9. Perdarahan pervaginam ( pd 80% penderita )
10. Fetal distres s/d meninggal
H. Uji diagnostik
1. Lab
• Hb
• Ht
• Platelet
• Prothrombin/ aptt
• Fibrinogen
• Fibrin
• D-dimer
• Gol darah
2. USG
• Prehospital management
• Mon TV kontinyu
• O2 kontinyu-high flow
• IV line (1-2 jalur ): NaCl / RL
• Mon perdarahn vagina
• Mon DJJ
• Terapi shock jk diperlukan
3. ED
• Observasi ketat
• O2 tinggi
• DJJ mon
• IV-cairan
• Resusc cairan K?P
• Mon TV- U/O
• PRC- 4 unit disiapkan
• Mon penurunan tekanan intrauterin
• Seceparnya operasi SC
• Kolaborasi terapi DIC
I. PENATALAKSANAAN
Bervariasi tergantung : umur gestasi fetus, beratnya abruptio, komplikasi yg berhubungan, status ibu & fetus.
1. jk perdarahan banyak & tidak dpt dikontrol dilakukan persalinan yg tepat
2. Penentuan persalinan cepat tergantung pd beratnya abruptio placenta dan janin hidup / mati
3. AP berat dng atau tanpa perdarahan pervaginam dilakukan operasi sesar
4. Kehamilan dibawah 37 minggu penatalaksanaanya diyujukan pd memperpanjang kehamilan dengan harapan maturitas fetus
5. Jika fetus immatur dan tidak memperlihatkan kompresi fetus serta perdarahan pd ibu tidak menyebabkan hipovolemiadilakukan observasi ketat scr dini.
6. Fungsi koagulasi & status vilume obu baik tp terdapat distress fetus persalinan dilakukan dng cara yg aman.
V. PRE EKLAMSI & EKLAMSI
A. PRE EKLAMSI
Diagnosa pre eklamsi didasarkan pd berkembangnya pregnancy- induced hypertension dengan proteinuria, edema atau keduanya setelah 20 minggu kehamilan. Pre eklamsi dpr diklasifikasikan berat jika terdapat satu atau lebih gejala dibawah ini :
1. Pd keadaan istirahat TD sistolik ³ 160 mmhg atau diastolik 110 mmhg yg terjadi dua kali minimal dlm waktu 6 juam.
2. Proteinuria ³ 5 gr / 24 jam
3. Oliguria <> disukai IV , loading dose 4 mg dilanjutkan IV 1 - 2
2. KONTROL TEKANAN DARAH
tujuan terapi adalah menurunkan tekanan darah sistemik sapai pd titik dimana ststua ibu stabil. Tidak harus menurunkan sampai normal.
3. TERAPI SUPPORTIF
Pada pre eklamsi berat sering terjadi edema paru cadiac dan noncardiac. Terapi olsigen diberikan u/ mempertahankan PaO2 > 70 mmhg u/ mempertahankan oksigenasi fetus. K/P intubasi challengec cairan IV sebaiknya diberikan. Jk tidak berhasil lakukan monitoring hemodinamik invasif. Jk IV volume adekuat terapi vasodelator dpt membantu, monitoring ketat tanda vital, hemodinamik,status neurologis, kondisi janin, oksigenasi, dll.
4. HELLP SYNDROME
a. H = HEMOLISIS, an abnormal peripheral smear, total bilirubin > 1,2 mg/dl, atau kadar serum lactat dehydrogenase ( LDH ) > 600 U/L
b. EL=elevated lever enzym, aspartate aminotransferase ( AST) > 70 U/L atau LDH > 600U/L dan
c. LP= low platelet count - < 100,000/mm3 • Mengidentifikasi adanya kondisi kehamilan yg BERAT & MENGANCAM KEHIDUPAN • Variasi sindroma ini mungkin tida melibatkan seluruh gejala diatas. Dapat muncul dng tanda yang tidak spesifik seperti nyeri epigastrum atau nyeri kuadran kanan bawah, malaise, mual, muntah,. • Umumnya terjadi pada usia kehamilan 27 – 36 mg. • pre eklamsi / eklamsi umumnya mendahului HELLP syndrome tapi 1/3 ps tidak mengalami hipertensi. • Merupakan bagian dari fibrolisis atau hemolisis dr pre eklamsi trombositopenia DIC, perdarahan ntraserebral, gagal ginjal, • Terkadang gejalanya dikacaukan dengan acute fatty liver in pregnancy • Tidak merupakan indikasi persalinan namun demgan meningkatnya mordibitas fetus & maternal diperlukan persalinan yg tepat. Terapi hampir sama dengan pre eklamsi berat / eklamsi. VI. AMNIOTIC FLUID EMBOLISM A rare but frequently fatal complication of labor occurs when amniotic fluid embolizes from the amniotic sac and through the veins of the uterus and into the circulatory system of the mother. The fetal cells present in the fluid then block or clog the pulmonary artery, resulting in heart attack. This complication can also happen during pregnancy, but usually occurs in the presence of strong contractions. VII. PROLAPSED UMBILICAL CORD A prolapse of the umbilical cord occurs when the cord is pushed down into the cervix or vagina. If the cord becomes compressed, the oxygen supply to the fetus could be diminished, resulting in brain damage or possible death. VIII. SHOULDER DYSTOCIA Shoulder dystocia occurs when the baby's shoulder(s) becomes wedged in the birth canal after the head has been delivered. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) )Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) A. Purpose of DPL 1. Trauma a. Intraabdominal hemorrhage b. Visceral injury c. Perforation 2. Other indications a. Pancreatitis b. Peritonitis c. Strangulating bowel d. Intestinal obstruction e. Malignant cells in peritoneal washing B. Case : “The doctor says I want to do a DPL on this patient. . . What do you need??” 1. Arrow DPL kit (found in each trauma room) 2. Sterile gloves, gown, box of 4x4 gauze, pkg of sterile towels 3. Cleaning agent- Povidone iodine or chlorhexidine 4. Warmed 0.9% saline solution or Ringer’s lactate (physicians choice) 5. Patient labels, requisitions and specimen tubes a. no. 11 blade and (1) no. 15 blade 6. 1% or 2% lidocaine with epinephrine C. Preparation and Set-up 1. Obtain appropriate consent 2. Ensure that the child’s stomach and bladder are decompressed 3. If needed place orogastric (OG) or nasogatric (NG) tube to decompress the stomach and a foley to drain the bladder 4. This will avoid puncturing the bladder or bowel. 5. Place child on a full monitor to record vital signs during procedure. 6. Assemble appropriate supplies 7. Establish sterile field 8. Perform “Time-Out” 9. Assist MD by setting up lavage equipment 10. This ensures that the warm fluid is available as soon as catheter is placed and that a closed system is quickly established. 11. Assist with the administration of lidocaine 12. MD performs the initial tap to access the peritoneal space and to assess abdominal pathology. 13. Initial aspirate is drawn, labeled appropriately and sent to the lab. 14. If the tap is dry (no fluid was obtained) a small incision may be made at the linea alba. This will facilitate catheter insertion. 15. After insertion of the catheter IV tubing and fluid are attached. Fluid can be instilled with a syringe or by gravity. 16. 10-20ml/kg to a max of 1L. 17. The fluid is used to rinse the peritoneal cavity. 18. Fluid is drained out of the peritoneal cavity by placing the IV fluid bag in a dependent position 19. After all fluid has been removed the MD will remove the catheter and suture the incision 20. Remove ~20cc fluid from the return, place in specimen tubes and send to lab for analysis D. How do I know if my DPL is positive?? 1. Grossly bloody fluid 2. Red blood cell (RBC) count greater than 100,000/mm3. The threshold may be smaller for a child with penetrating trauma to the abdomen or chest. 3. White blood cell (WBC) count greater than 500/mm3. 4. Presence of bacteria, bile, stool or amylase in the abdominal fluid. E. If your DPL is positive. . . 1. Prepare the child 2. for the Operating Room 3. A positive DPL indicates intraabdominal injury that requires surgical intervention. INTOKSIKASI INTOKSIKASI Penyebab intoksisasi ada banyak macam, yang sering terjadi adalah karena kecelakaan atau, disengaja / bunuh diri. Di Amerika intoksikasi ± 75% terjadi pada anak umumnya karena keracunan produk rumah tangga A. Agen Intoksikasi Terjadi pada semua umur remaja: obat-obat psikotropik, sedative, transqualizer, antidepresan dan obat-obat narkotik. dewasa umumnya karena kecelakaan kerja (karbon monoksida, pestisida, keracunan makanan, dll) B. Mekanisme Mekanisme cidera masing-masing racun memiliki efek patologis yang berbeda-beda dimana masing masing racun memiliki patologi sendiri-sendiri. Efek racun dapat terjadi pada tempat atau sekitar masuknya racun (misalnya reaksi kimia sitotoksin) dan dapat berupa toksisitas sistemik yaitu efek-efek selektif racun atau efek metabolik khusus dari racun itu terhadap target yang spesifik misalkan asetaminofen di liver, methanol diretina, dll. C. Pengkajian Prioritas Utama 1. Pengkajia riwayat kejadian, tanyakan pada pengantar pasien/pasien sendiri jika kooperatif. 2. Pengjakian fisik : Initial assessment/ Arway- Breathing- Cirkulating ( ABC) a. Tingkat kesadaran b. Pernafasan dan efektifitas nafas c. Irama jantung d. Ada tidaknya kejang e. Keadaan dan warna kulit f. Besar dan reaksi pupil mata g. lesi, bau mulut, dan lainnya Terkadang setelah mendapatkan resusitasi (ABC) sering dilanjutkan dengan perawatan suportif di ICU dan dilakukan pengeluaran zat penyebab dari tubuh serta mungkin diperlukan antidotumnya. Jika didapat pasien tidak sadar dengan penyebab yang Belum jelas, perlu selalu difikirkan adanya kemungkinan intoksikasi. tindakan pertama:menjaga jalan nafas, oksigen ( biasanya tidak kurang dari 6 lt / menit), K/p bantuan nafas, IV line, kemudian cek seluruh tubuh adanya tanda-tanda kemungkinan mendapat obat atau racun, periksa adanya bekas suntikan, zat terminum bau nafas dan lainnya dan perkirakan juga kemungkinan terjadinya hipoglikemi. D. Evaluasi/outcome umum pd intoksikasi Stabilisasi & menigkatnya kardiorespirasi, kriteria : sistolik 100mmHg, nadi 60 – 100X / menit, irama reguler respirasi 24 X/ menit, tidak ada rales, tidak ada wheezing meningkatnya kesadaran 1. Carbon Monoxide Poisoning Carbon monoxide (CO), is a colorless, odorless, toxic gas that is a product of incomplete combustion. Motor vehicles, heaters, appliances that use carbon based fuels, and household fires are the main sources of this poison. 2. Carbon monoxide (CO) Carbon monoxide (CO) intoxication is the leading cause of death due to poisoning in the United States and also the most common cause of death in combustion related inhalation injury. The incidence of non-lethal CO poisoning is not well established nor is that of unrecognized CO poisonin. Mortality rates as high as 31% have been reported in large series 3. Agent Most immediate deaths from building fires are due to CO poisoning and therefore, fire fighters are at high risk. a. Exogenous Sources of CO b. Car exhaust fumes c. Furnaces d. Gas-powered engines e. Home water heaters f. Paint removers containing methylene chloride g. Pool heaters h. Smoke from all types of fire i. Sterno fuel j. Tobacco smoke k. Wood stoves E. Pathophysiology In patients who die early following CO poisoning the brain is edematous, and there are diffuse petechia and hemorrhages. If the victim survives initially but dies within a few weeks, findings typical of ischemic anoxia are prominent. Interestingly, the severity of the lesions appears to correlate best with the degree of hypotension rather than with hypoxia. 1. Hypoxia and cellular asphyxia CO combines preferentially with hemoglobin to produce COHb, displacing oxygen and reducing systemic arterial oxygen (O2) content. CO binds reversibly to hemoglobin with an affinity 200- 230 times that of oxygen. Consequently, relatively minute concentrations of the gas in the environment can result in toxic concentrations in human blood. Possible mechanisms of toxicity include: decrease in the oxygen carrying capacity of blood. Alteration of the dissociation characteristics of oxyhemoglobin, further decreasing oxygen delivery to the tissues. Decrease in cellular respiration by binding with cytochrome a3. Binding to myoglobin, potentially causing myocardial and skeletal muscle dysfunction. 2. Ischemia. In addition to causing tissue hypoxia, CO can cause injury by impairing tissue perfusion, indicate that myocardial depression, peripheral vasodilation, and ventricular arrhythmia causing hypotension may be important in the genesis of neurologic injury. 3. Reperfusion injury Many of the pathophysiologic changes are similar to those seen with postischemic reperfusion injuries, and similar pathology occurs in the brain in the absence of CO when hypoxic hypoxia precedes an interval of ischemia. F. Symptomatology Many victims of CO poisoning die or suffer permanent, severe neurological injury despite treatment. In addition, as many as 50% of those who recover consciousness and survive may experience varying degree of more subtle but still disabling neuropsychiatric sequela. The features of acute CO poisoning are more dramatic than those resulting from chronic exposure. The clinical presentation of acute CO poisoning is variable, but in general, the severity of observed symptoms correlates roughly with the observed level of COHb: COHb Levels and Symptomatology a. 10% Asymptomatic or may have headaches b. 20% Dizzyness, nausea, and syncope c. 30% Visual disturbances d. 40% Confusion and syncope e. 50% Seizures and coma f. 60% Cardiopulmonary dysfunction & death G. Management The mainstay of therapy for CO poisoning is supplemental O2, ventilatory support and monitoring for cardiac arrhythmias. There is general agreement that 100% oxygen should be administered prior to laboratory confirmation when CO poisoning is suspected. The goal of oxygen therapy is to improve the O2 content of the blood by maximizing the fraction dissolved in plasma (PaO2).36 Once treatment begins, O2 therapy and observation must continue long enough to prevent delayed sequelae as carboxymyoglobin unloads. The most controversial and widely debated topic regarding CO poisoning is the use of hyperbaric oxygen (HBO). The most controversial and widely debated topic regarding CO poisoning is the use of hyperbaric oxygen (HBO) severe poisoning should be treated with 100% oxygen, with endotracheal intubation in patients who cannot protect their airway. In these patients, consideration should be given to transfusion of packed red blood cells. H. Prognosis 30% of patients with severe poisoning have a fatal outcome.49 One study has estimated that 11% of survivors have long-term neuropsychiatric deficits, including 3% whose neurologic manifestations are delayed. One third of CO poisoning victims may have subtle but lasting memory deficits or personality changes.40. Indicators of a poor prognosis include altered consciousness at presentation, advanced age, patients with underlying cardiovascular disease, metabolic acidosis, and structural abnormalities on CT or MRI scanning. Organophosphate and Carbamate Poisioning Although OPC and carbamates are structurally distinct, they have similar clinical manifestations and generally the same management. Although most patients with OPC and carbamate poisoning have a good prognosis, severe poisoning is potentially lethal. Early diagnosis and initiation of treatment are important. The ED physician has access to a number of therapeutic options that can decrease morbidity and mortality. I. Pathophysiology OPCs and carbamates bind to 1 of the active sites of acetylcholinesterase (AChE) and inhibit the functionality of this enzyme by means of steric inhibition. The main purpose of AChE is to hydrolyze acetylcholine (ACh) to choline and acetic acid. Therefore, the inhibition of AChE causes an excess of ACh in synapses and neuromuscular junctions, resulting in muscarinic and nicotinic symptoms and signs. Excess ACh in the synapse can lead to 3 sets of symptoms and signs. First, accumulation of ACh at postganglionic muscarinic synapses lead to parasympathetic activity of smooth muscle in lungs, the GI tract, heart, eyes, bladder, and secretory glands, and increased activity in postganglionic sympathetic receptors for sweat glands. This results in the symptoms and signs that can be remembered with the mnemonic SLUDGE/BBB. Second, excessive ACh at nicotinic motor end plates causes persistent depolarization of skeletal muscle (analogous to that of succinylcholine), resulting in fasciculations, progressive weakness, and hypotonicity. Third, as OPs cross the blood-brain barrier, they may cause seizures, respiratory depression, and CNS depression for reasons not completely understood. J. Signs & Symptoms Patients often present with evidence of a cholinergic toxic syndrome, or toxidrome. SLUDGE/BBB mnemonic : S = Salivation L = Lacrimation U = Urination D = Defecation G = GI symptoms E = Emesis B = Bronchorrhea B = Bronchospasm B = Bradycardia DUMBELS mnemonic D = Diarrhea and diaphoresis U = Urination M = Miosis B = Bronchorrhea, bronchospasm, and bradycardia E = Emesis L = Lacrimation S = Salivation K. Lab & Test Serum cholinesterase and RBC AChE activity, which are used to estimate neuronal AChE activity. Other Tests: ECG, prolonged QTc interval is the most common ECG abnormality. Elevation of the ST segment, sinus tachycardia, sinus bradycardia, and complete heart block (rare) may also occur. (Sinus tachycardia occurs just as commonly as sinus bradycardia.) L. Prehospital Care Identification of the type of chemical is important. As a general rule, dimethyl OPCs undergo rapid aging, which makes early initiation of oximes critical. In comparison, diethyl compounds may cause delayed toxicity, and oxime therapy may need to be prolonged. M. Emergency Department Care 1. ABC Care of the ABCs should be initiated first because intubation may be necessary in cases of severe poisoning. Because succinylcholine is metabolized by means of plasma cholinesterase, OPC or carbamate poisoning may cause prolonged paralysis. Increased doses of nondepolarizing agents, such as pancuronium or vecuronium, may be required to achieve paralysis because of the excess ACh at the receptor. Providers with appropriate personal protective equipment (PPE) can address the ABCs before decontamination atropine can precipitate ventricular fibrillation in hypoxic patients. Paradoxically, the early use of adequate atropine will dry respiratory secretions, improve muscle weakness and thereby improve oxygenation. The following should be monitored on a regular basis to assess the patient's respiratory status: a. Respiratory rate b. Tidal volume/ vital capacity c. Neck muscle weakness d. Ocular muscle involvement eg. diplopia e. Arterial blood gas analysis f. Cardiac monitoring, a wide range of cardiac manifestations can occur and careful haemodynamic and electrocardiac monitoring hypoxaemia, metabolic and electrolyte abnormalities can all contribute to cardiac arrhythmias. Some arrhythmias may require cardiac pacing. 2. Decontamination: Important part of the initial care, decontamination depends on the route of poisoning. The patient's body should then be thoroughly washed with soap and water to prevent further absorption from the skin. Washing the poisioned person and removing contaminated clothes nosocomial poisoning in staff members treating patients who have been exposed to OPCs and carbamates; the odors often smelled when one cares for a patient poisoned from pesticide are commonly due to the hydrocarbon solvent, which may cause symptoms independent of the OPC agent. The patient's clothes must be removed and isolated, and his or her body washed with soap and water.GI decontamination: Oral administration of activated charcoal is a reasonable intervention after GI poisoning. Gastric emptying should then be considered if the patient presents within 1 hour of ingestion. Gastric lavage is the only means of emptying the stomach in unconscious patients in which case the airway needs to be protected. 3. Atropine Atropine is a pure muscarinic antagonist that competes with ACh at the muscarinic receptor. most commonly given in intravenous (IV) form at the recommended dose of 2-5 mg for adults and 0.05 mg/kg for kids with a minimum dose of 0.1 mg to prevent reflex bradycardia. Atropine may be redosed every 5-10 minutes. Severe OP poisonings often require hundreds of milligrams of atropine. In 1 case report, a patient required frequent doses of atropine and was eventually converted to an atropine infusion to a total of 30 g over 5 days. Most sources recommend starting atropine on patients with anything more than ocular effects and then observing the drying of secretions as an endpoint in titrating to the appropriate dose. From the Tokyo sarin experience, patients poisoned by nerve agents had modest atropine requirements, with none requiring more than 10 mg. The recommended starting dose of atropine is a 2mg IV bolus. Subsequent doses of 2-5mg every 5-15 minutes should be administered until atropinization is achieved. The signs of adequate atropinization include an increased heart rate (>100 beats/min.), moderately dilated pupils, a reduction in bowel sounds, a dry mouth and a decrease in bronchial secretions.
4. Benzodiazepines
Seizures are an uncommon complication of OP poisoning. When they occur, they represent severe toxicity.
5. Other treatments
magnesium and fresh-frozen plasma as adjunctive therapy. both must be evaluated. Nebulized ipratropium bromide as an adjunct agent.



N. Management of Organophosphorus compunds poisoning
1. Skin decontamination **
2. Airway protection if indicated **
3. Gastric lavage
4. Activated charcoal 0.5-1gm/kg every 4hr
5. Anticholinesterase: Atropine/glycopyrrolate **
6. Cholinesterase reactivator: Pralidoxine
7. Ventilatory support
8. Inotropic support
9. Benzodazepines ( if seizure) **
10. Feeding-enteral/parental
** = useful

O. Further Inpatient Care
Patients who require continuous monitoring or treatment should be admitted to the ICU. Patients with clinically significant poisoning should be evaluated frequently to monitor their airway and respiratory secretions. In addition, frequent neurologic examination should be performed to evaluate for neuromuscular blockade. Therapy is largely titrated to the physical findings. Atropinization is based on the drying of respiratory secretions, and oxime therapy is based on an improvement in neuromuscular signs. A toxicologist may be of help in determining specific aging and reactivation times of the particular OPC or carbamate agent.

P. Further Outpatient Care:
Patients without any symptoms and with questionable or minimal exposure to OPs or carbamates may be considered for discharge after 6-12 hours of observation. Patients with residual neurologic symptoms should be given a follow-up appointment with a neurologist. Follow-up with a psychiatrist should be arranged as indicated.

Q. Complications
1. Intermediate syndrome, Intermediate syndrome was first described in 1987 as a sudden respiratory paresis, with weakness in cranial nerves and proximal-limb and neck flexor muscles. These clinical features appear 24-96 hours after exposure and are distinct from the previously described delayed neurotoxicity (see below). Although intermediate syndrome is incompletely understood, more recent reports suggest this is due to presynaptic and postsynaptic dysfunction of neuromuscular transmission and that it may result from insufficient oxime treatment.
2. OPC-induced delayed neurotoxicity (OPCIDN), OPCIDN is a sensorimotor polyneuropathy that typically occurs 9-14 days after OP exposure. The patient initially presents with distal motor weakness and sensory paresthesias in the lower extremities, which may progress proximally and eventually affect the upper extremities. Most sources suggest the mechanism involves inhibition of neuropathy target esterase (NTE), an enzyme that metabolizes esters in nerve cells. Some patients may recover over 12-15 months, but permanent losses with spasticity and persistent upper motor neuron findings have been reported.
3. Pancreatitis, Pancreatitis has been reported as a rare complication. One case series reported that 12.76% of OP poisonings were associated with acute pancreatitis, though this has not been the experience in other series.

R. Prognosis
In severe poisoning, death usually occurs within the first 24 hours if it is untreated. With nerve-agent poisoning, death may occur within minutes if untreated. Even with adequate respiratory support, intensive care, and specific treatment with atropine and oximes, the mortality rate is still high in severe poisonings. A delay in treatment can also lead to late and permanent neurologic sequelae. Most patients with minimal symptoms fully recover.

S. Special Concerns
Pregnant women should receive the same treatment as that given to other adults. Both atropine and pralidoxime are class C drugs in pregnancy. In the Tokyo subway attacks, 5 pregnant women were mildly poisoned, and all had normal babies without complications.

Rabu, 06 Oktober 2010

Resep Martabak Telur Spesial

martabak telur spesial Resep Martabak Telur Spesial

Resep Masakan Indonesia
Resep MasakanMartabak Telur Spesial

Bahan Kulit Martabak :

  • 100 gram tepung terigu
  • air matang secukupnya
  • 2 sdm telur kocok lepas (diambil dari telur untuk adonan isi)
  • 1 sdm minyak/margarine cair
  • garam secukupnya

Bahan Isi Martabak :

  • 300 g daging giling
  • 1 batang daun bawang iris, dicampurkan saat menumis daging giling
  • 4 batang daun bawang iris
  • 6 sdm bawang bombay iris
  • 4 bawang putih, haluskan
  • 1 sdt curry powder
  • 6 butir telur
  • merica dan garam secukupnya.

Saus Martabak :

  • 2 sdm kecap asin
  • 1 sdt air asam jawa
  • garam & gula pasir secukupnya (sesuai selera)
  • 1 sdm saus tomat
  • 1 sdm sambal botol (bisa diganti irisan cabai rawit hijau)
  • irisan ketimun
  • 2 sdm air matang

horizontal



Cara Membuat Kulit Martabak :

  1. Campur tepung terigu dengan minyak/margarine cair, telur dan garam, tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diuleni hingga adonan kalis.
  2. Bagi adonan menjadi 2 bagian, bulatkan dan rendam dengan minyak goreng.
  3. Diamkan selama 1-2 jam. Untuk 1 jam pertama adonan harus terendam semua dalam minyak goreng, untuk 1 jam berikutnya angkat adonan yang masih terlumuri dengan minyak tempatkan dalam wadah/mangkok, dan tutup dengan kain/serbet

Cara Membuat Isi Martabak :

  1. Tumis bawang bombay, bawang putih, hingga harum, masukkan daging giling, curry powder,merica, irisan dari 1 batang daun bawang dan garam.
  2. Aduk-aduk hingga daging matang dan air yang keluar dari daging giling menyusut. Angkat. Sisihkan, bagi menjadi 2 bagian.
  3. Kocok 4 butir telur (sebelumnya sudah diambil 2 sdm untuk campuran bikin adonan kulit), buat orak-arik setengah matang. Sisihkan., bagi menjadi 2 bagian.

Cara Membuat Saus Martabak :
Campur semua bahan kuah menjadi satu.

Penyelesaian :

  1. Ambil 1 bagian adonan kulit, pipihkan dengan telapak tangan bawah jempol arah melingkar sehingga agak melebar. Pegang kedua ujung adonan, putar dari sisi kiri kekanan kembali ditempat semula berulang-ulang sehingga adonan menjadi tipis (bisa juga dengan digilas-gilas).
  2. Ambil mangkok, isi dengan 1 buah telur kocok, daging giling,orak-arik telur, irisan 2 batang daun bawang,garam, merica. Aduk-aduk. Untuk adonan kulit yang kedua, kerjakan cara yang sama dengan adonan kulit yg pertama, begitu juga untuk isinya.
  3. Panaskan minyak di wajan ceper yang agak besar, masukkan adonan kulit yang sudah ditipiskan. Isi bagian tengahnya dengan adonan dalam mangkok tadi, lipat bagian pinggir kulit kearah tengah, hingga tertutup rapat, goreng sampai matang. Angkat. Sajikan selagi panas/hangat dengan kuahnya.

Untuk : 2 buah martabak (6 iris/buah)

ajaibnya kurma

Sunday, August 15, 2010

Keajaiban Buah Kurma



Bulan Ramadan identik dengan kurma. Setiap kali menjelang berbuka puasa, buah manis berwarna cokelat terang hingga gelap ini sering menjadi menu perdana berbuka.
Dikutip dari Arab News, pakar kesehatan Paul Gross dalam bukunya 'Buah-buahan Super' menyebutkan ada beberapa faktor yang membuat jenis buah tertentu dikategorikan sebagai buah super. Yakni nutrisi, kandungan fitokimia, warna serta berbagai uji klinis mengenai manfaat buah.
Kurma atau dalam bahasa ilmiahnya dactylifera phoenix merupakan buah asli dari Semenanjung Arab, Timur Tengah dan Afrika Utara. Warna kurma beragam, dari coklat terang hingga mendekati warna hitam. Bentuknya pun berbeda-beda, dari persegi panjang, bulat kecil hingga berukuran besar dan panjang. Kebanyakan buah potensial ekspor itu berupa kurma kering.
Kurma kaya akan gizi, fitokimia, air dan gula alamiah untuk mempertahankan kesehatan suku badui saat di padang pasir. Kandungan fruktosa dan glukosa dalam kurma adalah sumber energi sekaligus kaya asam amino.
Keuntungan lain kurma, buah ini rendah lemak namun kaya serat dan prebiotik dan pitosterol, yang membantu mengendalikan kadar kolesterol. Kurma kaya akan selenium, kalium, kalsium, magnesium, mangan, dan besi yang meningkatkan kekebalan serta melindungi jantung, membangun massa tulang, dan meningkatkan sel darah merah. 
Vitamin B dan C di dalamnya juga penting bagi kesehatan dan kekebalan tubuh. Asam lemak omega dalam kurma terbukti menyehatkan jantung, kulit, dan otak yang mirip dengan minyak zaitun.
Kurma juga berfungsi sebagai buah detoksifikasi dan mengurangi radikal bebas dalam tubuh dengan kandungan karotenoid, polifenol, anthocyanin, proanthocyanidins oligomer, tanin, luteolin, quercetin, dan apigenin.
Dari studi para ilmuwan Abu Dhabi, kurma terbukti mampu menekan bakteri menembus membran sel dan mencegah infeksi serta lebih tahan disimpan dalam jangka waktu lama.
Di Arab, sejak dahulu, kurma telah dikenal sebagai pengobatan tradisional untuk banyak kondisi, mulai dari gangguan pencernaan dan pernafasan dan membangun tulang untuk kehamilan, kelahiran,membantu ibu menyusui, meningkatkan sperma, meningkatkan dorongan seksual, dan kesuburan hingga energi selama melahirkan, dan mencegah pendarahan.
Jadi, sungguh cocok jika Anda memilih kurma sebagai menu berbuka untuk memulihkan energi setelah seharian berpuasa.

Rahasia Sholat

 

RAHASIA KEAJAIBAN SHOLAT

Rabu, 12 Desember 2007 @ 11:26 WIB 


RAHASIA KEAJAIBAN SHOLAT

Original message from puspa:
Seorang doktor di Amerika Serikat telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang ditemuinya dalam penyelidikannya. Dia amat kagum dengan penemuan tersebut, sehingga tidak dapat diterima oleh akal pikiran. Dia adalah seorang doktor neurologi. Setelah memeluk Islam, dia amat yakin akan perubatan secara Islam dan dengan itu telah membuka sebuah klinik yang bertemakan "Perubatan Melalui Al-Quran". Kajian perubatan melalui Al-Quran membuatkan ubat-ubatannya berteraskan apa yang terdapat di dalam Al-quran. Diantara kaedah-kaedah yang digunakan termasuklah berpuasa, madu lebah, biji hitam (blackseed) dan sebagainya. Apabila ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam, maka doktor tersebut memberitahu bahawa semasa beliau melakukan kajian urat saraf, terdapat beberapa urat saraf di dalam urat manusia yang tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal. Setelah membuat kajian yang memakan masa, akhirnya beliau mendapati bahawa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak manusia melainkan pada ketika seseorang itu sedang sujud semasa mengerjakan sembahyang. Urat tersebut memerlukan darah hanya untuk beberapa sukatan yang tertentu sahaja. Ini bermaksud bahawa darah hanya akan memasuki urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang diwajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang, maka otaknya tidak akan dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal.Oleh yang demikian, kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganuti agama Islam 'sepenuhnya' kerana sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agama-Nya yang indah ini.Kesimpulannya: Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang, apatah lagi yang tidak beragama Islam, walaupun akal mereka berfungsi dengan secara normal tetapi sebenarnya dalam sesuatu keadaan mereka akan kehilangan pertimbangan dalam membuat keputusan yang normal.Jesteru itu, tidak hairanlah jika manusia ini kadang kala tidak segan silu untuk melakukan perkara-perkara yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya, walaupun akal mereka mengetahui bahawa perbuatan yang akan dilakukan itu adalah bersalahan dengan kehendak mereka. Inilah adalah kesan daripada ketidakupayaan otak mereka untuk mempertimbangkan akan perbuatan mereka itu secara lebih normal. Maka dengan itu tidak hairanlah timbulnya bermacam-macam gejala-gejala sosial masyarakat masakini. Dari itu, marilah kita bersama-sama mengambil ikhtibar daripada kisah di atas.Ambillah Islam secara menyeluruh dan bukannya secara berdikit-dikit.

KHOBBIRI

MASALAH UTAMA GANGGUAN ALAM PERASAAN(DEPRESI)

DEPRESI
 
•  MASALAH UTAMA Gangguan alam perasaan: depresi.  
•  PROSES TERJADINYA MASALAH

Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa -dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang berat dan dimanifestasikan dengan gangguan fungsi social dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang bersangkutan.
Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik, faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagai­nya.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedah­an, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
•  Gangguan alam perasaan: depresi
•  Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung,pusing. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
 
•  Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan lang­kah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me­nangis. Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi tergang­gu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.
•  Koping maladaptif
•  DS : Menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
•  DO : Nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
Mekanisme koping yang digunakan adalah denial dan supresi yang berlebihan .
 
•  DIAGNOSA KEPERAWATAN
•  Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
•  Gangguan lam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
 
•  RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
•  Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
•  Tujuan khusus
•  Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
•  Perkenalkan diri dengan klien dengan cara menyapa klien dengan ramah, baik verbal dan non verbal, selalu kontak mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
•  Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati
•  Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.
•  Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginannya
•  Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah dimengerti
•  Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
 
•  Klien dapat menggunakan koping adaptif
•  Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
•  Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
•  Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
•  Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
•  Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima
•  Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
•  Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.
 
•  Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
Tindakan:
•  Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
•  Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
•  Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
•  Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.
 
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, k eyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
 
5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
5.1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
 
•  Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar



Kesehatan

Jiwa

Senin, 03-08-2009 18:23:04 oleh: Agung Hadi
Kanal:Opini

Ketika dokter menyatakan dirinya menderita tekanan darah tinggi, seorang pasien langsung mengatakan kepada sang dokter. "Tekanan darah tinggi saya ini datang dari keluarga saya, dok.."

"Dari keluarga ayah atau ibu?"

"Bukan dari dua-duanya,tapi dari keluarga istri saya" jawab pasien.

"Wah, kok bisa? Bagaimana mungkin anda bisa terkena darah tinggi yang bukan keturunan dari keluarga anda ya?" kata sang dokter kebingungan.

Pasien itu menarik napas dalam sambil mengatakan, "Sayang..pak dokter belum pernah bertemu dengan mereka sih.."

Begitulah diri kita, batin yang tertekan mempengaruhi kesehatan tubuh kita. Kesehatan badan kita tidak dapat dipisahkan dari kesehatan jiwa kita. Apa yang terjadi pada batin kita akan mempengaruhi kondisi badan kita. Batin yang sakit menyebabkan tubuh kita juga menjadi sakit.

Seringkali kita berpikir bahwa mencegah penyakit hanya dengan melalui olah raga, makan yang bergizi dan menjaga kebersihan. Kita lupa sesuatu yang begitu penting bagi jiwa yaitu menjaga pikiran dari berburuk sangka pada orang lain dan mendoakan orang-orang di sekeliling kita, menebarkan senyuman kepada setiap orang yang dijumpai itulah yang membuat jiwa kita menjadi sehat.

--- (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh. Ingatlah, hanya dengan mengingati Alloh-lah hati menjadi tenteram (QS: Ar Ra'd: 28 )

Kesehatan Jiwa Telah Bergeser
Kriteria Kesehatan Jiwa Telah Bergeser


Published in : The Articles, Psychological and Physical Disorders

Sampai dengan tahun 1970-an, apa yang disebut gangguan jiwa atau sakit jiwa masih sangat jelas, bahkan orang awampun dapat dengan mudah mengidentifikasi penyandang gangguan jiwa dan menyebutnya sebagai "gila" atau "syaraf" (istilah ini keliru, karena awam menyangka gangguan jiwa ada hubungannya dengan peyakit pada syaraf/neuron). Buat para psikiater dan psikolog klinis, kriterianyapun relatif mudah karena ada acuan yang jelas, yaitu DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang versinya direvisi dari waktu ke waktu. Dengan mengacu kepada DSM itulah psikiater atau psikolog klinis mendiagnosa pasiennya berdasarkan berbagai simptom (gejala) yang nampak. Penderita halusinasi (seakan-akan mendengar suara atau melihat sesuatu) akan didagnose sebagai schizophrenia, sedangkan gejala phobia (ketakutan yang tidak jelas terhadap sesuatu) atau obsesi-kompulsi (melakukan sesuatu secara berulang-ulang dan terus menerus) dikategorisasasikan sebagai psikoneurosis dan seterusnya. Dengan demikian terapi terhadap penderita gangguan jiwa juga lebih terarah: terapi medik, psikoterapi, konseling atau kombinasi antara ketiganya.

Tetapi, sejak tahun 1970-an kehandalan DSM mulai dipertanyakan. Salah satu indikasinya adalah ketika pada tahun 1973, American Psychological Association, melalui suatu pemugutan suara, menganulir homoseksualitas dari daftar DSM. Ketika keputusan APA ini juga disetujui oleh WHO, maka seketika itu juga jutaan penyandang homoseks sedunia dinyatakan sembuh.


Salah Diagnosa

Keraguan lain terhadap DSM adalah bahwa berbeda dari diagnosa medis untuk penyakit lain yang sekaligus bisa mengdentifikasi penyebabnya (misalnya: malaria, leukimia atau HIV/AIDS), diagnosa menurut DSM hanya bisa mengidentifikasi penyakit berdasarkan gejalanya saja. Padahal jika hanya dari gejala, besar kemungkinan akan terjdi salah diagnosa.

Pada tahun 1962, misalnya Leonard Frank, karena tiba-tiba berjanggut, menjadi vegetarian, dan beragama 'aneh', didiagnosis skizofrenia paranoid, masuk RSJ, diterapi insulin coma dan electroconvulsive, dengan dampak amnesia (akhirnya dia menjadi aktivis LSM yang menentang salah perlakuan terhadap penderita gangguan jiwa). Sebaliknya pada tahun 1964 Edmund Kemper yang pada usia 15 th membunuh kakek-neneknya, didagnosis criminally insane, dirawat dan dinyatakan sembuh 1969. Tahun 1972 dokter memberi surat keterangan tidak berbahaya lagi, sementara ia sudah membunuh 2 gadis, kemudian 2 gadis lagi dan pada 1973 2 gadis lagi dan akhirnya ibunya sendiri.

Kesalahan diagnosis lain terjadi pada anggota Kongres AS, Barry Goldwater yang di diagnosis skizofrenia paranoid, presiden AS, pemenang Nobel, Woodrow Wilson yang didagnosis sangat mirip psikosis dan semua politisi Uni Sovyet yang didiagnosis berkepribadian psikopat, cenderung paranoid atau skizofrenia (dengan alasan antara lain: reformis, bizarre)

Di samping itu, DSM dianggap sangat sedikit memperhitungkan faktor budaya. Karena itulah suatu gejala yang dianggap termasuk gangguan jiwa menurut DSM (misalnya halusinasi), sangat boleh jadi normal saja di kalangan masyarakat tertentu (misalnya di dunia Timur yang masih pecaya mistik). Sebaliknya gangguan jiwa di dunia Timur (misalnya: ngidam), tidak tercakup dalam DSM.

Dalam hubungannya dengan norma, kalau pun ada yang dijadikan tolok ukur, APA hanya menggunakan norma Barat. Kalau ada yang melanggar norma itu (termasuk hukum pidana, seperti membunuh), kalaupun tidak bisa dikategorikan sebagai penyandang ganguan jiwa, maka tergolong kriminalah dia, atau sebaliknya untuk tidak dinyatakan kriminal (dan karenanya bisa dibebaskan dari hukuman) seorag pelanggar norma harus dinyatakan sakit jiwa.


Orang normal pun terganggu jiwanya

Sementara itu, makin lama makin terbukti bahwa orang-orang yang mengeluh atau dilaporkan mengalami ketidak sehatan mental, justru adalah orang-orang normal (mentaati dan melaksanakan norm-norma masyarakat dengan baik). Orang-orang yang menderita stress dan depresi yang pada gilirannya bisa terkena penyakit-penyakit psikosomatis (sakit lambung, migrane dsb.) dan degeneratif (tekanan darah tinggi, penyakit gula dsb.) adalah para pengusaha sukses, para pejabat yang karirnya bagus dan pelajar-pelajar yang mendapat ranking tinggi. Korban-korban bunuhdiri pun bukan penderita schizophrenia atau psikoneurosis, melainkan pengusaha konglomerat dan murid sekolah (yang nilainya kalah bagus dari saudara kembarnya, atau yang mamanya tidak mampu memberi Rp 2.500 untuk kegiatan eks-kul). Pelajar di Medan yang membunuh seluruh keluarganya sendiri pun adalah remaja yang perilakunya sehari-hari cukup baik.

Demikian pula, para terhukum dalam kasus pemboman, semuanya mempunyai catatatan riwayat hidup sebagai muslim yang baik, taat beribadah dan pandai bergaul (baik dengan tetangga, banyak santrinya dsb.). Bagaimana mungkin orang-orang yang sangat normal itu justru melakukan hal-hal yang sangat destruktif?

Sebaliknya, fakta menunjukkan bahwa mereka yang berani memakai kondom, atau bahkan mengaborsi kandungannya (melanggar norma), jutru bisa hidup lebih normal (melanjutkan sekolah, berkarir, menikah dan mempunyai anak-anak), ketimbang yang memilih pernikahan dini (mengikuti norma) yang biasanya berakhir dengan perceraian, kekerasan domestik (terhadap isteri dan anak-anak) dsb.

Kasus-kasus di luar negeri pun menunjukkan makin banyaknya orang normal (taat pada norma) yang menderita gangguan mental. Di Jepang, angka bunuh diri yang tertinggi adalah di kalangan pelajar yang ibunya sangat berambisi agar anaknya selalu jadi bintang pelajar. Di AS, seorang anak yang sehari-hari tampak pendiam, bisa tiba-tiba membunuh teman-teman sekolahnya sendiri dan gurunya dengan senapan serbu. Presiden Bush adalah orang Amerika nomor satu dan karenanya boleh disebut sebagai orang yang paling normal di AS, tetapi iapun menyerang Irak hanya berdasarkan halusinasinya saja tentang senjata-senjata biologis yang disimpan oleh Saddam Husein.